Merasa Disudutkan, Pemilik Akhirnya Menutup Kafe Nazi

Merasa Disudutkan, Pemilik Akhirnya Menutup Kafe Nazi

Bandung-Pemilik kafe 'Nazi' Soldatenkaffe, Henry Mulyana (35) merasa dirugikan dengan pemberitaan yang menuding kafenya sebagai penganut Nazi. Pemberitaan tersebut jauh dari maksud dan tujuan awal didirikannya kafe bertagline der Kommandantur Gross pada 2011 lalu. Tak ingin terus disudutkan dia memilih menutup bisnis kulinernya itu.

Henry berkisah sejak 2006 lalu memang menyukai aksesoris Perang Dunia II dari sisi Jerman. Dari situ dia mengumpulkan satu demi satu aksesori mulai dari baju perang, foto, pernak-pernik tentang militer.

"Saya tidak semata mengumpulkan baju-baju perang dari Jerman, tapi Indonesia, Jepang juga saya punya," kata Henry dalam jumpa pers di Soldatenkaffe Bandung, Sabtu (20/7).

Berangkat dari hobi, Henry berpikir membuka galeri sekaligus lahan bisnis lalu dibukalah Soldatenkaffe dua tahun silam. Pemilihan kata Soldaten sendiri memiliki arti kafe untuk serdadu yang secara lugas mengangkat sejarah militer.

"Saya mendekor ini menggunakan referensi kepada seragam militer dan peralatan yang digunakan pada PD II sesuai nama kafe ini," jelasnya.

Sejak berdiri 2011 lalu, semua bisa masuk ke kafe yang berada di pertokoan Paskal Hypersquare, Bandung itu. Kafe menyajikan makanan beragam mulai dari sajian berat dan ringan.

"Tidak ada yang berbeda dengan yang lain," terangnya.

Dia mengaku sejak dibukanya Soldatenkaffe tidak pernah ada yang keberatan dengan usaha dan galerinya itu Layaknya usaha lainnya, jatuh bangun sempat terjadi. Namun cobaan itu menghampirinya pada pertengahan Juli 2013.

Dia menyebut ada sebuah pemberitaan media internasional yang memberitakan sepihak. Sehingga opini publik menggiring bahwa pemilik pro Nazi.

"Jelas simpang siur mengenai maksud dari kafe ini. Pemberitaan dilakukan sepihak dan tidak sesuai dengan wawancara," paparnya.

Tekanan menghampiri kesehariannya pascapemberitaan tersebut. Terlebih media nasional dan lokal ikut juga memberitakan. Tepat 17 Juli lalu dia menutup kafenya.

Sejak didirikan, tegas dia, bahwa kafe ini murni mengusung sebuah pop culture atau seni kontemporer yang mengangkat tema perang dunia ke II dari sisi Jerman.

"Perlu digaris bawahi bahwa ini murni seni, bukan ideologi apalagi ekstrimisme dan rasialisme," katanya. Dirinya mengaku sangat dirugikan. Padahal untuk membiayai hidupnya tergantung dari kafe itu.

"Saya sekarang menganggur karena tidak punya kegiatan lain lagi," sesal Henry.

Dia bakal meminta penjelasan wartawan dari media berinisial JG yang tengah menyudutkannya. Henry kini dikecam, bahkan dia was-was jika harus bepergian ke luar negeri.(rep05)

 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index