Pelapor Penggelapan BLSM Diancam

 Pelapor Penggelapan BLSM Diancam

SELATPANJANG - Para pelapor dugaan penggelapan dana Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) di Desa Renak Dungun Kecamatan Pulau Merbau tidak luput dari tindakan pengancaman. Sejumlah Ketua RT, RW dan LPMD yang ikut bertanda-tangan dalam surat laporan ke Bupati itu diancam akan diberhentikan Kades.

Seperti diungkapkan Purwanto, koordinator warga yang melaporkan Kades ke Bupati, bahwa beberapa perangkat Ketua RT, RW dan LPMD telah menerima ancaman dari beberapa orang dekat Kepala Desa terkait penyampaian berkas laporan dugaan penggelapan dana BLSM tersebut.

“Thalib salah seorang Ketua RT mengaku kena marah Kepala Desa karena ikut bertanda-tangan dalam surat laporan ke Bupati. Kemudian Din anggota LPMD diancam akan diberhentikan dari jabatannya. Pengancaman dilakukan oleh orang dekat Kades, Nazaruddin selaku Kaur Pemerintahan dan Samsu selaku Kepala Dusun Ulu Panjang,” ungkap Purwanto, Senin (26/8).

Ia mengatakan, meski mendapatkan ancaman dari orang dekat Kades, sejumlah aparatur di Desa Renak Dungun yang ikut menanda-tangani surat laporan ke Bupati itu mengaku tetap akan mendukung aspirasi warganya. “Ada 3 orang Ketua RT, 1 orang Ketua RW dan 1 orang anggota LPMD yang bersedia menanda-tangani surat laporan kemarin,” ujarnya.

Menurutnya, tindakan pengancaman yang dilakukan oleh orang dekat Kepala Desa merupakan masalah baru yang perlu disikapi oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. “Ini bukan lagi zaman ancam-ancam seperti preman. Kepala Desa juga tidak berhak memberhentikan Ketua RT, RW dan LPMD yang tidak memiliki kesalahan secara hukum, apalagi mereka dipilih langsung oleh masyarakat,” ucapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan warga miskin Desa Renak Dungun Kecamatan Pulau Merbau melaporkan Kepala Desa setempat kepada Bupati Kepulauan Meranti. Berkas laporan yang disampaikan melalui staf Sekretariat Daerah dan Inspektorat itu diserahkan langsung oleh koordinator warga Purwanto.

“Apa yang dilakukan oleh Kades Renak Dungun dengan memotong atau menggelapkan uang Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) dengan alasan untuk dibagikan kepada warga lainnya adalah melanggar hukum. Kades tidak berhak dan tidak berwenang mengambil kebijakan itu, apalagi jumlah penerima juga berdasarkan data yang diajukan sebelumnya oleh Pemerintah Desa,” tegas Purwanto.

Ia mengungkapkan, kebijakan kepala desa atas perubahan pola penyaluran BLSM tersebut akhir-akhir ini telah memicu perpecahan ditengah-tengah masyarakat desa. Terlebih lagi dari tindakan pemotongan hak masyarakat miskin penerima BLSM itu, Kades terindikasi melakukan tindakan korupsi, dengan tidak menjelaskan kepada warga mana saja uang potongan BLSM itu diserahkan.

“Jumlah penerima BLSM di Desa Renak Dungun sebanyak 262 orang dengan total dana Rp 78.600.000,-. Masing-masing warga penerima seharusnya mendapat Rp 300.000,- namun realisasinya hanya menerima Rp 200.000,-. Kemana potongan Rp 100.000,- atau total Rp 26.200.000,- lagi?,” ungkapnya.(rep6)
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index