Polda Riau Ragu-ragu Tahan Wabup Pelalawan

Polda Riau Ragu-ragu Tahan Wabup Pelalawan
Pelalawan - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau belum bisa menahan Wakil Bupati Pelalawan Marwan Ibrahim, meski berkas perkaranya sudah dinyatakan lengkap atau P21. Alasannya polisi mengaku masih akan menilai Marwan kooperatif atau tidak dalam penyidikan.
 
Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Pol Yohanes Widodo saat dihubungi wartawan Rabu (25/6), mengatakan pihaknya belum bisa mengagendakan penahanan terhadap Marwan Ibrahim, yang diduga terlibat korupsi pengadaan lahan perkantoran Bhakti Praja di Kabupaten Pelalawan tersebut. "Penahannya nanti dulu, kita melihat tersangka Marwan Kooperatif atau tidak," kata Yohanes.
 
Menurut Yohanes, jika Marwan Ibrahim tidak kooperatif, pihaknya akan segera melakukan penahanan dan menjebloskannya ke dalam penjara. Namun untuk proses hukum lanjutannya, akan segera dilakukan.
 
"Proses hukum lanjutannya yaitu tahap II akan segera dilakukan secepatnya,"terang Yohanes.
 
Sebelumnya Polda Riau melayangkan surat permohonan penahanan terhadap Marwan Ibrahim ke Mabes Polri pada akhir 2013 lalu, namun sampai saat ini belum ada balasan dan belum ditahan.
 
Sementara itu, Kabid Humas Polda Riau AKBP Guntur Aryo Tejo, mengatakan tersangka Marwan Ibrahim dan kawan-kawannya, diduga terlibat dalam kasus korupsi pembebasan lahan fiktif yang dicairkan berkali-kali pada tahun 2002 hingga 2011. Saat itu, Marwan Ibrahim menjabat sebagai Sekda Kabupaten Pelalawan. Kasus ini ditangani oleh Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Riau.
 
"Tersangka Marwan Ibrahim dan kawan-kawannya, merugikan negara hingga Rp38 miliar, setelah memeriksa saksi-saksi dan mengumpulkan bukti-bukti yang cukup, maka dengan nomor P21 : B-49/N.4.5/Ft.1/06/2014 tanggal 24 Juni 2014 berkasnya dinyatakan lengkap dan siap untuk dilakukan persidangan di Pengadilan Tipikor Pekanbaru," jelas Guntur.
 
Tim Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimmsus) Polda Riau menetapkan Wakil Bupati (Wabup) Pelalawan Marwan Ibrahim sebagai tersangka pada Rabu 23 Oktober 2013 lalu, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan perkantoran Bhakti Praja Pelalawan.
 
Selain Marwan Ibrahim, juga ada dugaan keterlibatan mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar masih diselidiki pihak kepolisian. Karena dalam persidangan sebelumnya, nama Tengku Azmun Jaafar kerap disebut-sebut menerima aliran dana sebesar Rp 12,5 Miliar, lebih besar dari yang diterima Marwan Ibrahim yakni Rp 1,5 Miliar.
 
Seperti diketahui dalam dakwaan untuk Syahrizal Hamid dan kawan-kawan, kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 38 miliar ini bermula dari tahun 2002 hingga 2011 lalu. Di mana di tahun 2002 itu pihak Pemkab Pelalawan berencana membangun gedung perkantoran pemerintahan dengan nama Gedung Bhakti Praja.
 
Untuk pembangunan ini, pemkab membeli lahan kebun kelapa sawit milik PT Khatulistiwa Argo Bina, Logging RAPP RT 1 RW 2 Dusun I Harapan Sekijang, seluas 110 hektare (Ha) dengan harga Rp 20 juta per Ha.
 
Namun pada bulan Maret 2002, Tengku Azmun Jaafar bersama terdakwa Syahrizal Hamid bertemu dengan David Chandra, pemilik lahan di Hotel Sahid, Jakarta, menyepakati harga pembelian lahan. Selanjutnya, David Chandra menyerahkan surat tanah berupa foto copy atas nama masyarakat sebanyak 57 set.
 
Kemudian Tengku Azmun Jaafar memerintahkan terdakwa Lahmudin untuk menyerahkan dana uang muka pembelian tanah kepada Syahrizal sebesar Rp 500 juta, dan Marwan Ibrahim menyetujuinya. Dana tersebut berasal dari APBD 2002.
 
Namun, permasalahan timbul dalam pembebasan lahan tanah perkantoran tersebut. Tahun 2002 pernah dibebaskan dan diganti rugi oleh Pemkab Pelalawan.
 
Kemudian, lahan tersebut diurus ulang atas nama keluarga terdakwa Syahrizal. Ganti rugi ini dilakukan lagi dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Sehingga biaya yang dikeluarkan dengan menggunakan dana APBD tiap tahunnya beragam.
 
Akibat perbuatan keempat terdakwa yang telah memperkaya diri sendiri maupun bersama-sama dengan pejabat lain. Negara menderita kerugian sebesar Rp 38.087.239.600.
Sementara itu dalam fakta persidangan, empat terdakwa itu kerap menyebut-nyebut nama Wakil Bupati Pelalawan Marwan Ibrahim telah menerima uang ganti rugi.
 
Dalam rincian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), tersangka Marwan Ibrahim menerima uang Rp 1,5 miliar. Tapi di persidangan saat Marwan menjadi saksi ia membantah menerima uang tersebut, walaupun ada bukti pembayaran. Selain itu terdakwa Lahmudin juga menerima uang sebesar Rp 3,1 miliar, terdakwa Syahrizal Hamid sebesar Rp 6,61 miliar, dan Al Azmi sebesar Rp 1,15 miliar.
 
Kemudian mantan Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar juga menerima sebesar Rp 12,6 miliar. Termasuk juga para pegawai BPN Pelalawan menerima Rp 3,9 miliar, serta nama-nama yang tertera pada SHM sebesar Rp 385,53 juta dan orang lainnya sebesar Rp 2,9 miliar.
 
Selain keempat pejabat tersebut, Rahmat seorang Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) saat Pengadaan Lahan Perkantoran Bhakti Praja kabupaten Pelalawan propinsi Riau, pada tahun 2007, dituntut dengan hukuman selama enam tahun penjara oleh JPU Kejati Riau. (rep01/mc)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index