Parah, Indonesia Surga Produk Ilegal

 Parah, Indonesia Surga Produk Ilegal
Jakarta-Produk ilegal sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat. Penyitaan dan pemusnahan produk-produk ilegal juga bukan hal baru lagi di Indonesia.
 
Ambil contoh awal Juli lalu, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, memusnahkan 304 kontainer berisi produk holtikultura ilegal. Tidak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 30 miliar.
 
Tidak hanya produk hortikultura, produk ilegal jenis lainnya juga deras mengalir ke dalam negeri. Belum lama ini, Bea Cukai Jakarta memusnahkan 4.304 botol minuman keras dan 34.000 keping video compact disc serta 11.000 bungkus rokok ilegal. Nilainya mencapai Rp 12 miliar.
 
Produk ilegal yang juga banyak tersebar di Indonesia adalah telepon genggam atau ponsel. Hal ini pernah dikeluhkan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Saat menggelar sidak di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta, dia menyebutkan saat ini di Indonesia menjadi surga produk ilegal, khususnya ponsel.
 
Ada 250 juta unit ponsel yang tersebar di seluruh Indonesia, 30 persennya atau sekitar 77 juta unit belum terdaftar imeinya alias ilegal. Data terbaru yang dimiliki Kementerian Perdagangan, peredaran barang yang melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen terus meningkat sejak 2011.
 
Kementerian Perdagangan menemukan 307 produk melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sepanjang April-September 2013. Dari produk sebanyak itu sekitar 72 persen merupakan produk impor.
 
Berdasarkan parameter pengawasan, 112 kasus merupakan pelanggaran Standar Nasional Indonesia (SNI), 78 pelanggaran terkait ketiadaan buku manual dan kartu garansi, 21 pelanggaran terkait ketentuan distribusi. Jika dihitung sejak 2011, kemendag telah menemukan 1.028 kasus pelanggaran produk.
 
"Artinya hampir 30 persen kasus terjadi dalam dua tahun terakhir, terjadi peningkatan pesat dari temuan. Saya bisa sebut sebagian besar datangnya dari China," kata Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi di Jakarta, kemarin.
 
Bayu mengatakan, kebanyakan produk melanggar tersebut adalah alat elektronik tanpa kartu garansi dan buku panduan manual. Jumlah kasusnya selama 6 bulan terakhir mencapai 56 persen.
 
"Terbanyak masih tetap produk elektronik yang melanggar, karena begitu banyak jenisnya, kemudian alat rumah tangga," katanya.
 
Sayangnya, hukum masih tumpul untuk menyikat habis produk-produk ilegal serta pelakunya. Sepanjang 2011-2013, ada 1.028 produk bermasalah. Sedangkan dalam 6 bulan terakhir, ditemukan 307 kasus, dengan pelanggaran didominasi oleh produk impor asal China. Dalam kurun April-September kemarin, 56 persen barang bermasalah adalah alat elektronik, 10 persen spare part kendaraan bermotor, dan 9 persen alat rumah tangga. Namun, baru dua kasus yang diselesaikan di ranah hukum.
 
"Proses hukum ternyata lambat, karena diikuti pengumpulan fakta, dan pembuktian," kata Bayu.
 
Pemberhangusan produk-produk ilegal tidak serta merta bisa dilakukan jika kebutuhan masyarakat tidak dipenuhi. Itu salah satu cara untuk meredam membanjirnya produk ilegal lantaran tingginya kebutuhan dan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.
 
Seiring dengan itu, lanjut Bayu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan harus memperketat pengawasan barang masuk ke wilayah Indonesia.
 
"Dalam inspeksi Bea Cukai, ada proses di antaranya tidak menggunakan pemeriksaan individual, hanya dokumen. Ke depan harus sampel, karena tidak semua barang dilakukan pemeriksaan satu-satu, ini kunci," tegas Bayu. (rep05)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index