Kena Penyakit Langka, Bocah Ini Bisa Mati Karena Lecet atau Stres

Kena Penyakit Langka, Bocah Ini Bisa Mati Karena Lecet atau Stres
Jakarta, Seorang bocah berusia empat tahun dari Inggris mengidap sebuah penyakit langka yang membuatnya tak boleh kena lecet atau stres karena itu akan membunuhnya. Setiap 30 menit sekali, bocah laki-laki ini harus diberi suntikan kortisol agar tubuhnya tak drop ketika menghadapi situasi yang tertekan.
 
Morgan Taylor didiagnosis mengidap 'adrenal insufficiency' atau tubuhnya tak dapat memproduksi hormon stres (kortisol) layaknya anak normal. Artinya anak ini tak dapat menanggapi adanya gangguan fisik atau kemunduran emosional secara alami. Jika tak segera disuntik dengan kortisol setiap 30 menit sekali, tubuh Morgan akan mulai drop.
 
Ketika Morgan mulai bersekolah di Burnley, ibunya, Susan Murwald (39) mengaku setiap hari ia merasa khawatir dan tak henti-hentinya melihat ke jam dinding, tak sabar menanti putra keduanya itu pulang dari sekolah.
 
"Ini terasa begitu berat karena saya khawatir ada yang terjadi padanya. Ia seharusnya menjadi tanggung jawab saya, namun di sisi lain saya harus membiarkannya menjalani hidup seperti anak normal dan bersekolah," tandas ibu lima anak itu.
 
Bocah ini didiagnosis dengan 'adrenal insufficiency' setelah dilahirkan dengan operasi caesar saat usia kehamilan ibunya mencapai 28 minggu dengan berat kurang dari satu kilogram.
 
Ketika usianya baru seminggu, Morgan terkena infeksi usus. Saat itulah Susan dan suaminya, Neil diminta dokter untuk siap menghadapi kondisi terburuk.
 
Pasangan ini juga terpaksa harus meninggalkan Morgan di rumah sakit karena ia harus menjalani beberapa tes untuk mengetahui apa yang terjadi padanya. "Kami tahu bayi kami begitu kecil, tapi kami tak tahu akan ada yang salah dengan Morgan hingga akhirnya ia lahir. Dokter juga mengatakan akan menghubungi kami jika kondisinya mulai menurun," tandas Susan.
 
"Kami begitu sedih bayi kami tak bisa pulang malam itu. Kami baru seminggu berjumpa dengannya, bahkan saya belum sempat memberinya pelukan," imbuhnya.
 
Untungnya dokter tak pernah menelepon dan pasangan ini pun bisa kembali ke rumah sakit keesokan paginya untuk menjemput Morgan. Ternyata bocah ini diketahui mengidap insufisiensi adrenalin yang membuatnya rentan terhadap cedera fisik dan stres mental. Gejala lainnya antara lain mudah lelah, lemah otot, pening, mual, kehilangan selera makan dan sakit perut.
 
"Jadi jika saya atau Anda terjatuh, tubuh kita akan menangani stres yang dirasakan akibat situasi itu, tapi tubuh Morgan tak dapat melakukannya. Kalaupun ia berdebat dengan seseorang, ia takkan bisa duduk dan menenangkan dirinya sendiri. Ia hanya tak bisa begitu saja," terang Neil seperti dilansir Daily Mail, Rabu (9/10/2013).
 
Untuk menanggulangi hal itu, Susan dan Neil dibekali dokter dengan suntikan kortisol yang tidak dapat diproduksi tubuh Morgan secara alami. Menurut Neil, jika Morgan tak memperoleh suntikan itu, tubuhnya akan mulai 'meredup', termasuk berkeringat, lesu, lalu lama-kelamaan ia akan meninggal.
 
"Kami jadi harus membawa perangkat suntik ini kemanapun kami pergi, meski hanya ke taman dekat rumah atau sekedar berbelanja," tambah insinyur berusia 37 tahun tersebut.
 
Susan sendiri tidak mempunyai kesibukan apapun selain mengurus Morgan dan keempat anaknya yang lain. Selain tak bisa memproduksi kortisol alami, Morgan juga mengalami gangguan pertumbuhan, penyakit paru-paru kronis, cacat jantung dan masalah perilaku.
 
"Saya mencemaskannya dan di kelasnya, ia berada dalam satu ruangan dengan anak-anak yang jauh lebih besar darinya. Untuk itu sebelum melakukan sesuatu, ia harus memikirkan akibatnya masak-masak. Beruntung ia tahu kondisinya, suntikan apa yang dibutuhkannya. Ia juga sadar jika harus berhati-hati dan tidak diperkenankan melakukan permainan yang membutuhkan kontak fisik," kata Susan.
 
Bahkan seluruh staf di sekolah telah dilatih untuk memberikan suntikan kortisol pada Morgan jika bocah ini membutuhkannya.
 
"Saya pun jadi tenang karenanya. Seluruh staf di sekolah minta diajari untuk memberikan suntikan pada Morgan padahal mereka tak harus melakukannya. Tapi kecemasan saya mengalahkan segalanya, apalagi karena Morgan juga memiliki masalah kesehatan kompleks lainnya," timpal Susan.
 
Namun yang paling membuat Susan terharu adalah meski Morgan mengidap penyakit parah ini, ia begitu bahagia dan selalu tersenyum, apapun yang terjadi.
 
"Kami tak tahu seperti apa masa depannya nanti. Asalkan ia bahagia, ini saja lebih dari cukup," tutupnya. (rep10)
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index