Polisi Gagalkan Jual beli Senpi Ilegal di Pekanbaru, 4 Orang Tersangka

Polisi Gagalkan Jual beli Senpi Ilegal di Pekanbaru, 4 Orang Tersangka

Pekanbaru - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Riau menggagalkan jual beli senjata api (senpi) di Pekanbaru. Empat orang pelaku diamankan bersama beberapa senjata dan magazine

Empat orang yang diamankan yakni GF (43), SA (32), ES (41) dan satu lagi inisial EEP (31). Mereka diamankan di tempat terpisah.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Riau, Kombes Asep Darmawan mengatakan, pengungkapan ini dilakukan berawal dari diamankannya GF di Jalan Siak 2, Kelurahan Sri MerantiMeranti,  Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru.

“Kami mendapat informasi bahwa GF ini memiliki senpi sehingga dilakukan penyelidikan dan penangkapan,” kata Asep, Selasa (30/4).

Saat digeledah dari tangan GF, polisi menemukan satu pucuk senpi ilegal jenis FN merek Browning Hi-Power Automatic Kaliber 9 mm buatan Belgia, satu butir peluru kaliber 5.56 mm, satu butir peluru tajam kaliber 7.62 mm dan satu magazine.

Setelah itu, dari keterangan GF, diketahui dia mendapatkan senpi dari SA. Dari hasil pengembangan diketahui SA sedang berada di salah satu hotel di Jalan Kuantan Raya, Pekanbaru.

“Saat digeledah AS didapati sedang transaksi senpi bersama ES dan EEP,” kata Asep.

Selain ketiganya, polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti satu pucuk senpi model FN merek Browning Hi-Power Automatic Kaliber 9 mm buatan Belgia. "Selain itu ditemukan 30 butir peluru jenis kaliber 9 melimeter dan satu unit mobil.

“SA ini merupakan pemilik senpi ilegal, sementara ES dan EEP merupakan orang yang membantu untuk menjual kan senpi tersebut kepada pembeli di hotel tersebut," jelas Kombes Asep, Selasa (30/4/2024).

Tersangka SA kepada polisi mengaku menemukan seluruh barang bukti dari dalam kotak kardus pakaian bekas pada saat membersihkan gudang rumah Boris (DPO) di Jalan Rajawali.

Asep mengatakan keempat pelaku dalam perkara ini dijerat pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal penjara 20 tahun.

“Saat ini kami masih melakukan pengembangan dan pemeriksaan lebih lanjutlanjut,”  pungkas Asep.**

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index