Anggaran Bantuan Korporasi Di Pangkas Hingga Rp.4,75 Triliun

Anggaran Bantuan Korporasi Di Pangkas Hingga Rp.4,75 Triliun

JAKARTA - Pemerintah menurunkan anggaran untuk bantuan korporasi dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dari sebesar Rp53,6 triliun menjadi hanya Rp48,85 triliun. Dana yang dipangkas sebesar Rp4,75 triliun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan akan mengevaluasi beberapa program yang masuk dalam pembiayaan korporasi. Salah satunya yang terkait dengan Himpunan Bank-bank Milik Negara (Himbara) dan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas).

"Ada beberapa hal yang perlu didorong terkait korporasi karena penyerapan relatif rendah dari Himbara dan Perbanas. Ini dievaluasi, diperhatikan, dan diperbaiki karena penyerapan tidak seperti yang diharapkan," ungkap Airlangga dalam konferensi pers usai rapat terbatas secara virtual, Senin (28/9).

Berdasarkan data pemerintah, realisasi pembiayaan korporasi memang masih nol rupiah sampai sekarang. Setelah dilakukan realokasi, Airlangga menjabarkan dana sebesar Rp48,85 triliun akan digunakan untuk penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp22,4 triliun.

Kemudian, pemberian pinjaman (investasi) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp19,65 triliun, belanja imbal jasa penjaminan (IJP) Rp4,8 triliun, dan dana cadangan penjaminan Rp2 triliun.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Perdagangan Benny Soetrisno mengatakan tidak masalah pemerintah menurunkan anggaran di pos pembiayaan korporasi dalam program pemulihan ekonomi nasional.

Ia menganggap hal yang terpenting saat ini adalah realisasi dari seluruh bantuan yang disiapkan pemerintah. "Yang penting realisasinya harus segera, sebelum korporas mati," kata Benny.
Jika korporasi mati alias bangkrut, maka akan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). Alhasil, jumlah pengangguran akan meningkat ke depannya.

Selain itu, dana yang dibutuhkan untuk menghidupkan lagi usaha yang sudah mati akan lebih mahal dibandingkan dengan memberi bantuan saat perusahaan krisis. Pasalnya, manajemen harus membangunnya lagi dari awal.

"Menghidupkan korporasi biayanya jauh lebih besar karena jaringan pasarnya sudah pindah sumbernya," tutur Benny.

Sebaliknya, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengaku tak mengerti alasan realisasi untuk pembiayaan korporasi masih nol rupiah. Padahal, mayoritas perusahaan butuh bantuan karena pendapatannya turun akibat pandemi virus corona.

"Dari informasi yang saya terima 82 persen perusahaan mengalami penurunan pendapatan, artinya rugi. Perusahaan yang pendapatannya naik 2,5 persen, dan yang stabil 14 persen," kata Anton.

Karena itu, ia menilai pemerintah sebaiknya tak membeda-bedakan jenis bantuan yang diberikan untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan perusahan besar. Pasalnya, dua industri ini saling berhubungan.

"Makanya, tolong bantuannya jangan dipisah-pisah, karena kami juga butuh," imbuh Anton.

Ia sadar keuangan pemerintah juga sangat berat di tengah pandemi covid-19. Namun, tak ada lagi yang bisa menolong pengusaha selain pemerintah saat ini.

"Kondisi sekarang walaupun kami sadar pemerintah berat, tapi yang bisa bantu hanya pemerintah. Tidak ada lagi yang bisa bantu," ujar Anton.

Ia menambahkan jika banyak korporasi atau perusahaan besar bangkrut, maka ujung-ujungnya sektor keuangan juga terkena dampaknya. Pembayaran kredit akan macet, sehingga arus kas bank terganggu.

"Makanya, kalau tidak dibantu dan bertahan sendiri, kalau perusahaan bermasalah pasti akan menyeret perbankan juga, tidak bisa bayar angsuran, semua jadi bermasalah," jelas Anton.

Secara keseluruhan, pemerintah menyiapkan anggaran untuk penanganan pandemi virus corona sebesar Rp695,2 triliun. Dana itu dialokasikan untuk berbagai sektor.

Rinciannya, untuk bansos sebesar Rp203,9 triliun, UMKM sebesar Rp123,46 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, kementerian/lembaga atau pemerintah daerah Rp106,11 triliun, kesehatan Rp87,55 triliun, dan pembiayaan korporasi Rp53,55 triliun.

Namun, pemerintah melakukan realokasi anggaran di semua sektor tersebut. Selain pembiayaan korporasi, pemerintah juga menurunkan anggaran untuk sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) menjadi Rp68,78 triliun dan kesehatan menjadi Rp86,64 triliun.

Di sisi lain, pemerintah menaikkan anggaran untuk dua sektor lainnya. Dua sektor itu adalah perlindungan sosial menjadi Rp242,15 triliun dan UMKM menjadi Rp128,21 triliun.(rep05)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index