Jaman Pak Harto Lebih Enak, BBM & Kebutuhan Hidup Murah

 Jaman Pak Harto Lebih Enak, BBM & Kebutuhan Hidup Murah
Pemerintah era Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang baru dilantik pada 20 Oktober 2014 berencana menaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kontroversi pro-kontra menaikkan harga BBM itu menjadi pembicaraan hangat di masyarakat.
 
Ada kekhawatiran hidup semakin sulit mengingat harga kebutuhan pokok lainnya bakal meroket. Sementara pemerintah menilai keuangan negara bisa jebol mengingat subsidi BBM dinilai salah sasaran.
 
Tak dipungkiri, tepat di Hari Pahlawan 10 November tahun ini, sebagian masyarakat rindu era kepemimpinan Soeharto, Presiden RI-ke 2 yang menjabat selama 32 tahun, dari 1967 hingga 1998. Masyarakat yang tak mengubris dunia politik dan pemerintahan, merasa kepemimpinan Pak Harto dianggap peduli dengan rakyat.
 
"Kalau bicara enak mana? Jujur saja, enak jamannya Pak Harto. Kebutuhan pokok sandang pangan murah, bensin juga terjangkau," kata Munandar (54), warga Banguntapan, Bantul, DIY saat berkunjung ke Memorial Jenderal Besar Soeharto di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul, DI Yogyakarta, Senin (10/11/2014).
 
Di era kepemimpinan Soeharto, ada suatu masa keemasan, yakni swasembada pangan pada sektor pertanian. Selain itu, pembangunan infrastuktur di berbagai daerah juga terlihat maju pesat karena iklim politik kala itu cukup dingin.
 
Dia juga mengenang era Soeharto dengan Trilogi Pembangunan, mulai dari kondisi politik yang stabil, ekonomi tumbuh, dan pembangunan merata. Yang tak kalah penting, harga kebutuhan pokok terjangkau, serta nilai tukar rupiah pada dolar rendah.
 
"Kalau dibanding sekarang, apakah kondisi politik kita stabil? Sekarang bagaimana harga-harga kebutuhan pokok? Dolar itu paling Rp2 ribu, sekarang berapa ? Rp 10 ribu lebih kan. Apalagi ini akan ada kenaikan harga bensin sampai Rp3 ribu," katanya menjelaskan.
 
Sekira tahun 2012-2013 lalu, kata dia, muncul foto Soeharto dengan nada menyindir pemerintahan era reformasi pasca Orde Baru tumbang. Senyum khas Soeharto sambil melambaikan tangan berisi tulisan seperti 'Piye Kabar'e Le, Ijeh Penak Jamanku to ?' seolah tamparan bagi pemimpin pasca Soeharto lengser.
 
Dia menyebut salah satu 'kekacauan' era reformasi karena dasar negara Indonesia sudah diubah. UUD 1945 diamandemen hingga berulang kali sehingga pemimpin negeri ini tidak memahami falsafah pendiri bangsa. "Faunding fathers kita jauh lebih cerdas dari pemimpin sekarang. Beliau-beliau sudah visioner memiliki konsep dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Sekarang sudah diamandemen, kita nyebut UUD apa, UUD Amandemen?," katanya.
 
Soeharto, kata dia, hanya melaksanakan apa yang sudah dicetuskan tokoh-tokoh pendiri bangsa. "Sebagai pemimpin, Soeharto melaksanakan apa yang dirumuskan. Ada kekurangan dan kelebihaan ya wajar, manusiawi, engak ada pemimpin yang sempurna didunia ini kecuali Rosullullah (Nabi Muhammad)," pungkasnya.
 
Humas Memorial Jenderal Besar Soeharto, Gatot Nugroho engan menangapi kontroversi mengenai Soeharto. Bapak tiga anak itu menyerahkan penilaian pada masyarakat. "Pahlawan sejati tidak perlu jati diri, masyarakat yang menilai," katanya.
 
Selama Memorial Jenderal Besar H.M Soeharto diresmikan pada 8 Juni 2013 lalu, masyarakat banyak mengunjungi Kemusuk. Tak hanya dari Jawa, tapi hingga wisatawan manca negara mendatangi tempat lahirnya Soeharto tersebut. "Ini bukan museum, tapi memorial, tempat lahirnya Pak Harto, 8 Juni 1921. Disini lahir pejuang sejati, negarawan terhormat, dan putra terbaik bangsa yang mengabdi untuk negara," katanya.
 
Di Kemusuk ini, kata dia, terlahir seorang pejuang pengusir penjajah, mempertahankan kedaulatan NKRI, mengisi kemerdekaan, hingga merintis pembangunan diberbagai sektor. "Banyak pengunjung veteran yang sudah sepuh-sepuh (tua) itu menangis saat melihat diaroma di galeri. Mereka kebanyakan mengingat massa perjuangan bersama Pak Harto," katanya.(rep05)
 

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index