Kekerasan Hantui Jurnalis Riau

AJI Gelar Diskusi dan Pemutaran Film Dokumenter

 AJI Gelar Diskusi dan Pemutaran Film Dokumenter

Pekanbaru - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pekanbaru bersama Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) bakal menggelar diskusi soal kekerasan terhadap wartawan di Indonesia. Dalam kesempatan itu, juga akan dilakukan pemutaran film dokumenter berjudul 'Kubur Kabar Kabur'.

Acara diadakan Selasa, (13/5) pukul 09.00-12.00 WIB, di Ruangan Chevron Corner Lantai IV, Gedung Perpustakaan Wilayah Provinsi Riau. Dalam sesi diskusi, tiga pembicara dihadirkan mambahas persoalan kekerasan terhadap jurnalis. Di antaranya, wartawan senior Kompas, Syahnan Rangkuti, Ketua AJI Pekanbaru, Fakhrurrodzi, dan Ketua Forum Advokasi Pers Riau (Fapers), Mayandri Suzarman.

Ketua AJI Pekanbaru, Fakhrurrodzi mengatakan, diskusi kekerasan terhadap jurnalis penting dilakukan untuk meningkatkan pemahaman bagi masyarakat umumnya atau wartawan khususnya, profesi wartawan juga diatur undang-undang.

Namun sejauh ini, UU Pers No 40 Tahun 1999 sebagai dasar hukum melindungi jurnalis, belum mampu seutuhnya melindungi wartawan. Terbukti banyak kasus kekerasan terhadap wartawan diabaikan begitu saja. Beberapa kasus dapat disaksikan dalam film Kubur Kabar Kabur yang bakal di putar nantinya.

AJI bersama LBH Pers mengajak para undangan baik dari Penegak Hukum, Humas, Pers Mahasiswa atau kalangan Jurnalis untuk berdiskusi menyatukan persepsi agar wartawan dapat menjalankan tugasnya dengan nyaman sebagai pilar keempat dalam kenegaraan sebagai kontrol sosial.

"Kita menginginkan kasus kekerasan terhadap wartawan menjadi perhatian, penyelesaian kasus hingga ke pengadilan, atau wartawan lebih memahami proses hukum jika terjadi kekerasan terhadap dirinya," kata Rodzi.

Direktur Eksekutif LBH Pers Jakarta Nawai Bahrudin mengatakan Film "Kubur Kabar Kabur",  diproduksi atas kerjasama LBH Pers Jakarta bersama Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Watch Doch serta Yayasan Tifa.

Film ini menceritakan kasus kekerasan terhadap wartawan di Indonesia yang hingga kini masih terus terjadi. Dari beberapa kasus tersebut, dua kasus paling fenomenal diangkat dalam film ini yakni kasus kekerasan terhadap wartawan Riau Pos, Didik Herwanto oleh oknum TNI AU ketika meliput pesawat jatuh di Pekanbaru.

Film ini menceritakan suatu keberhasilan advokasi hingga ke pengadilan, pelaku kekerasan wartawan akhirnya divonis tiga bulan kurungan penjara.  Kasus kedua, pembunuhuan seorang wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syarifudin alias Udin,  hampir 18 tahun kasus ini mangkrak. Hingga kini belum juga ditemukan siapa pelaku sesungguhnya untuk dibawa ke pengadilan.

Nawawi menambahkan, ditengah banyaknya kasus yang belum ditangani, pemerintah terkesan mengabaikan kasus yang tidak terungap. Hal ini terbukti, kasus tersebut tidak menjadi perhatian sedikit pun pada perayaan hari Pers Nasional. "Perayaan hari Pers Nasional dilakukan hanya sekedar seremoni dengan pemberian gelar kepada SBY sebagai Sahabat Pers," ujarnya. (cr01/rls)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index