KPK Kejar Dugaan Pencucian Uang Akil Mochtar

KPK Kejar Dugaan Pencucian Uang Akil Mochtar

 Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar, terancam dijerat pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus suap penyelesaian sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten.

Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas, mengatakan, KPK akan terus memburu aset-aset milik Akil Mochtar yang patut diduga berasal dari tindak pidana. Menurut dia, ini merupakan tanggungjawab moral penegakan hukum di KPK untuk meneliti rasionalitas antara gaji maupun tunjangan yang diterima Akil dengan harta yang disita.

"Kemungkinan penerapan TPPU harus dilihat dari hasil temuan yang saat ini masih dilakukan," kata Busyro Muqoddas saat dilansir vivanews.com Rabu malam, 9 Oktober 2013.

Sebelumnya, KPK telah menyita sejumlah aset Akil Mochtar yang diduga berasal dari tindak pidana. Di antaranya uang senilai Rp2,7 miliar dari rumah dinas Akil Mochtar di Jalan Widya Chandra III No 7, Jakarta Selatan.

Penyidik juga menyita tiga mobil mewah Akil Mochtar dari kediaman pribadinya di Komplek Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan, yakni mobil  Mercy S 350, Audi Q5, dan Toyota Crown Athlete. Dari rumah Akil, penyidik juga menyita surat berharga senilai diatas Rp2 miliar.

Juru Bicara KPK, Johan Budi, mengatakan, penerapan pasal TPPU untuk Akil Mochtar sangat mungkin dilakukan, sepanjang penyidik menemukan bukti-bukti permulaan terjadinya pencucian uang. "Tapi sampai hari ini belum ada sangkaan untuk TPPU," ujar Johan.

Gelar Perkara

Sementara itu, menurut informasi yang dihimpun VIVAnews, penyidik bersama pimpinan KPK rencananya akan melakukan gelar perkara Jumat besok, 11 Oktober 2013. Gelar perkara itu rencananya akan membahas penerapan pasal TPPU bagi Akil Mochtar.

Jika semua unsurnya terpenuhi, maka ia tak hanya menjadi tersangka kasus tindak pidana korupsi, tapi juga jadi tersangka tindak pidana pencucian uang.

Pengacara Akil, Tamsil Sjoekoer mengaku kliennya baru satu kali diperiksa penyidik terkait kasus suap sengketa pilkada. Menurutnya, pemeriksaan Akil Mochtar belum masuk materi pokok perkara, apalagi masalah dugaan pencucian uang. "Dari berita acara yang kami peroleh baru lima pertanyaan. Baru yang umum belum ada pertanyaan yang detil," ujar Tamsil.

Meski begitu, Tamsil membantah jika disebut melakukan pencucian uang. Bahkan sejak awal Akil Mochtar tegas menyangkal telah menerima suap dari Chairun Nisa dan Cornelis Nalau. "Ya kalau dari Pak Akil  merasa tidak melakukan itu. Tapi nantilah, tunggu di persidangan."

KPK menetapkan Akil sebagai tersangka dua kasus korupsi, yakni kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Lebak, Banten.

Akil diduga menerima suap sebesar Rp4 miliar. Dengan rincian, Rp3 miliar dari kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas. Sisanya, Rp1 miliar diterimanya dalam kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Lebak.

Akil Mochtar ditetapkan sebagai tersangka bersama anggota DPR Chairun Nisa, Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan Pengusaha Cornelis Nalau. Sedangkan tersangka untuk kasus suap sengketa Pilkada di Kabupaten Lebak, Akil Mochtar, Pengusaha Tubagus Chaery Wiradana dan seorang Advokat, Susi Turandayani.

Akil, Chairun Nisa dan Susi Tur Andayani sebagai pihak penerima diduga melanggar Pasal 12 huruf c Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, atau Pasal 6 ayat 2 Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Sementara Hambit, Cornelis Nalau dan Tubagus Chaery sebagai pemberi diduga melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.(rep2)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index