Ini Dia Surat Terbuka RZ Untuk Masyarakat Riau

Ini Dia Surat Terbuka RZ Untuk Masyarakat Riau

"Riau Apa Kabarmu Disana"

Alhamdulillahirabbilalamin. 4 September lalu rakyat Riau telah melaksanakan satu tahapan penting berdemokrasi. Memilih calon pemimpin yang akan membawa perahu Riau untuk lima tahun kedepan.

Dari kejauhan dan dalam keterbatasan, meski jari tak bisa menentukan pilihan, tetapi setiap hari saya ikut berdoa untuk seluruh rakyat Riau tercinta. Semoga melalui proses ini bisa menemukan pemimpin terbaik dari semua calon terbaik yang pernah ada.

Saya yang kini berada dibalik jeruji besi, untuk sebuah alasan yang biarlah nantinya saya perjuangkan sendiri melalui proses hukum, yang harus sama-sama kita hormati.

Sesungguhnya secara batin tidak hanya berdoa, tapi juga berpesta. Sama seperti rakyat Riau lainnya, saya ikut menyimak, berusaha mendengar-dengar dan tak sabar ingin tahu siapa kelak akan disebut sebut sebagai orang nomor satu.

Kamis lalu, saat jam besuk tiba, kabar suksesnya pelaksanaan Pilgubri juga datang tersampaikan ke saya. Ada kegembiraan dan rasa kesyukuran, satu helat akbar yang menjadi pesta demokrasi telah berjalan baik dan lancar.

Siapapun pemenang Pilgubri nantinya, saya mendoakan semoga mereka bisa melaksanakan tanggungjawab dan amanat dengan sebaik baiknya. Sementara itu, untuk masyarakat Riau, hendaknya juga memberi dukungan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih, satukan tekad, satukan tujuan, sejahtera bersama-sama.

Dari kabar yang tersampaikan, Pilgubri ini bagi
saya sedikit menghasilkan sebuah kejutan. Kejutan itu dengan munculnya nama calon yang diusul Golkar. Dua sahabat saya, pak Annas Maamun dan Andi Rachman yang disebut sementara ini mampu meraih suara terbanyak, unggul dari kandidat lainnya.

Hasil ini membuat saya mengulum senyum sendiri. Keraguan pun kini terjawab sudah. Meski baru sementara, tapi paling tidak mampu mengubah persepsi dan prediksi. Inilah bukti bahwa yang terpenting tidak hanya faktor ketokohan, tapi juga sistem partai yang bekerja.

Sebuah pelajaran politik sedang tersajikan. Ketika pada tahun 1999 dan 2009 secara nasional Golkar terpuruk hampir disemua daerah. Golkar di Riau mampu eksis dan teruji. Begitu pula saat kasus PON mencuat, banyak yang mengaitkan kasus saya dengan menyebut-nyebut asal partai politik.

Golkar pun ikut terseret seret dan dipersepsikan negatif diberbagai media publik. Banyak yang memprediksi, dengan kasus yang menimpa saya saat ini, Golkar Riau akan layu, padam lalu mati pelan-pelan.

Alhamdulillah, terbukti bahwa cobaan yang menimpa saya ini, tidak mempengaruhi persepsi publik tentang calon yang diusung Partai di Pilgubri. Rakyat sudah cerdas dan bagi saya pribadi itu adalah kabar bahagia. Mesin partai bekerja, kecintaan itu masih ada.

Sistem yang bekerja inilah yang dulunya coba saya sampaikan. Sebelum iven internasional ISG (Islamic Solidarity Games) yang sudah didepan mata, berpindah kedaerah tetangga. Saya pribadi diposisikan menjadi 'sosok penentu semua keputusan', seolah-olah selama ini dipersepsikan Riau adalah Rusli dan Rusli adalah Riau.

Miris rasanya ketika semua sistem telah bekerja, namun akhirnya orang jua yang berpesta. Sama dengan rasa miris ketika mendapat kabar Pilgubri kali ini menyajikan sebuah 'misteri' informasi.

Dengan kemajuan tekhnologi tak ternafikan, saya dikabarkan tentang kembalinya pelaksanaan penghitungan suara ke zaman batu. Manual, menunggu hasil rekapitulasi KPU.

Selain itu, tidak ada satupun media televisi nasional yang berkenan menayangkan secara Live penghitungan cepat hasil Pemilu karena tidak ada lembaga independen yang diajak bekerjasama untuk melakukan penghitungan cepat atau Quick Count. Padahal biasanya, pemilihan sekelas Bupati dan Walikota didaerah lainnya, bisa langsung ditayangkan berjam-jam lamanya.

Dalam proses politik modern saat ini, rakyat yang berpesta harusnya tidak hanya menjalankan proses, tapi juga mengetahui perkiraan hasil secepatnya. Sehingga tidak menerka-nerka, bertanya tanya dan mempertanyakan komitmen dari para calon dan penyelenggaran Pemilu.

Dari kejadian ini, memang tidak ada satupun aturan yang dilanggar. Namun betapa miris mengetahui untuk kesekian kalinya Riau seperti daerah 'tak dianggap' penting secara politik nasional. Sungguh pesan yang menyedihkan.

Ketika Pilkada Sumsel diualang dan kembali mendapat perhatian, dihari yang sama Pilkada Riau hanya senyap-senyap saja. Tak menjadi satu agenda politik nasional, layaknya Pilkada daerah lainnya. Betapa sedihnya.    

Ini hal kecil yang menyiratkan sebuah pesan besar, tentang 'betapa tak pentingnya' Riau dimata banyak kalangan. Sungguh menyesakkan.
Memang tidak ada aturan yang mewajibkan KPU selaku penyelenggara Pemilu untuk menggandeng lembaga manapun melakukan Quick Count, apalagi sampai 'memaksa' televisi nasional menayangkan.

Tapi, apakah tidak ada satu pun pihak yang punya komitmen memberikan pesta sesungguhnya kepada rakyat? yang mampu menjadikan Pilgubri ini disimak dan didengar secara bersama-sama layaknya Pilkada lainnya?. Bisa dibayangkan bagaimana bingungnya masyarakat Riau mencari satu pintu informasi, apalagi bila semua calon mengklaim kemenangan. Dari kejauhan bayangan ini sedikit saya sesalkan.

Sesungguhnya ini pesta rakyat, bukan semata pesta para elit politik. Ketika suara dan kerja dari daerah didengar, maka kita tidak menjadi asing dinegeri sendiri.

Semoga ini menjadi pemikiran dan pesan untuk kita bersama. Jika bukan kita, siapa lagi yang akan peduli dengan Riau ini?. Jangan sampai Pilgubri hanya ajang menjadikan rakyat sebagai objek pemilu saja. Yang hanya ikut serta meramaikan, hura-hura pesta dan kemudian dilupa tentang cita-cita dan keinginan besarnya.

Riau tidak hanya butuh partisipasi aktif sesuai hak politik individual, tapi partisipasi kolektif yang syukur-syukur bisa didengar dan sisaksikan kepenjuru nusantara. Setelah apa yang kita berikan untuk tanah air ini, berharap masih ada yang mau bertanya, "Riau, Apa Kabarmu Disana?,". Dilansir halloriau.com.(rep2)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index