Gara-gara Hutang, Rumah Bupati Kampar Nyaris Disita

Gara-gara Hutang, Rumah Bupati Kampar Nyaris Disita

PEKANBARU - Petugas juru sita Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru batal mengeksekusi rumah mewah milik Bupati Kampar, Jefri Noer, di Jalan Gelugur No 12, Pekanbaru, Rabu (24/7). Pasalnya, Jefri telah mengangunkan rumah seluas 1.000 meter persegi itu ke sebuah bank milik pemerintah.

Rombongan juru sita tiba di rumah mewah berpagar besi stainless steel itu sekitar pukul 11.30 WIB. Di pelataran rumah itu terparkir lima mobil mewah. Kedatangan mereka disambut tim kuasa hukum Jefri Noer.

Selama 30 menit terjadi perdebatan antara juru sita dan kuasa hukum Bupati Kampar itu. Lalu, para juru sita putar arah menuju mobil mereka yang terparkir di depan rumah tersebut. "Hari ini kita mau mengeksekusi harta milik pemohon," kata Tengku Azwir Zulkarnain, salah seorang juru sita, sambil memasuki mobilnya dan berlalu pergi.

Azwir sempat menunjukkan surat yang mereka bawa untuk menyita rumah mewah itu. Surat itu berkop PN Pekanbaru dengan nomor 01/PDT/Eks-PTS/2013/PN.PBR junto Nomor 120/PDT/2008/PN.PBR tertanggal 20 Juni 2013 yang diteken Ketua PN Pekanbaru, Bachtiar Sitompul SH.

Saat dijumpai di PN Pekanbaru, Azwir membeberkan cerita di balik penyitaan rumah Jefri Noer itu. Katanya, rumah itu gagal disita karena telah dijadikan sebagai agunan oleh Jefri Noer untuk mendapatkan pinjaman dari Bank Nasional Indonesia (BNI). "Menurut hukum, rumah yang diagunkan itu tidak boleh disita," ungkap Azwir.

Dijelaskan Azwir, penyitaan itu dilakukan berdasarkan putusan PN Pekanbaru dalam perkara perdata nomor 120/PDT/2008/PN.PBR. Dalam putusan itu, Jefri Noer diharuskan membayar hutang kepada H Fachri Qasim sebesar Rp1,44 miliar.

Perkara hutang piutang antara Jefri Noer dan Fachri, terang Azwir, terjadi pada tanggal 11 Oktober 1996. Kala itu, Fachri memberi pinjaman uang Rp400 juta kepada Jefri. Uang itu digunakan Jefri Noer untuk mengembangkan perusahaan kayu miliknya, PT Rumbio Concern di Jalan Pemuda No 479, Pekanbaru.

Dalam perjanjian itu, Jefri diwajibkan membayar Rp10 juta per bulan kepada Fachri. "Tapi selama 144 bulan, Jefri tidak membayar uang Rp10 juta itu sesuai perjanjian mereka, sehingga dia berhutang Rp1,44 miliar," beber Azwir.

Sebelum menyita rumah mewah itu, Azwir mengatakan, pihaknya telah memberi teguran kepada Jefri Noer agar menjalankan putusan PN Pekanbaru. Tetapi, hingga batas waktu yang diberikan, Jefri tidak melaksanakannya. "Putusan sudah ada, dan akan tetapi karena pihak Jefri Noor tidak menjalankan putusan, sehingga kita lakukan eksekusi," katanya.

Kendati gagal menyita rumah itu, namun Azwir tidak akan menyerah. Mereka kini mengincar rumah dan harta-harta lain milik Bupati Kampar itu untuk dieksekusi sebagai ganti rumah mewah Jefri di Jalan Gelugur No 12, Pekanbaru. "Kami memiliki daftar rumah dan harta Jefri lainnya," ungkap Azwir.

Sementara kuasa hukum Jefri Noer, Abdul Heris Rusli, yang dihubungi Metro Riau via telepon mengatakan, mereka menolak sita eksekusi itu karena kasusnya masih dalam proses Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA). "Kami protes terhadap penyitaan karena kami mengadakan Peninjauan Kembali atas putusan Mahkamah Agung itu, dan ada bukti baru," ujar Abdul Heris.

Menurut Abdul Heris, keuntungan Rp10 juta yang ditujukan pada kliennya tidak bisa dibuktikan. "Kok malah harus bayar Rp10 juta per bulan dalam putusan pengadilan itu?," katanya. Selain itu, lanjut Abdul Heris, Jefri Noer pun keberatan atas sita eksekusi itu. "Klien saya bilang ini tak bisa disita karena rumah ini sedang diagunkan ke PT BNI."

Abdul Heris menceritakan versi berbeda soal hutang Jefri Noer. Ia mengakui kliennya meminjam uang Rp400 juta dari Fachri yang merupakan mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau. Selain Jefri membayar keuntungan Rp10 juta per bulan kepada Fachri, perjanjian itu juga memuat kewajiban lain bagi Jefri, yakni menempatkan Hendra, anak Fachri, dalam jajaran pimpinan di PT PT Rumbio Concern. (rep05)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index