Ini Dia Eni Lestari, TKW yang Akan Pidato di Konferensi PBB

 Ini Dia Eni Lestari, TKW yang Akan Pidato di Konferensi PBB
Malang - Nama lengkapnya Eni Lestari Andayani Adi. Dia adalah tenaga kerja wanita asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur, yang bekerja di Hong Kong. Selama menjadi buruh migarn, perempuan ini aktif dibeberapa organisasi buruh migran. Kini Eni memimpin International Migrant’s Aliance (IMA), sebuah aliansi formal buruh migran yang lahir di Hong Kong pada 2008. Organisasi ini beranggotakan 120 organisasi buruh migran dari 19 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. 
 
Berkat aktivitasnya di IMA, Eni diundang berpidato dalam sesi pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Migran dan Pengungsi (High Level Summit on Migrant’s and Refugees) ke-71 di New York, Amerika Serikat, pada 19 September 2016.
 
“Saya akan bicara tentang kondisi buruh migran di dunia, tak hanya tentang nasib buruh migran Indonesia," kata Eni kepada Tempo, Sabtu, 27 Agustus 2016. "Kepastian saya tampil di acara PBB nanti saya terima dari petugas penghubung PBB lewat email pada 25 Agustus lalu. Saya mewakili IMA.”
 
Eni akan bergantian dengan dua aktivis dari Irak (Nadia Taha) dan Suriah (Mohammed Badran), yang masing-masing bekerja di Jerman dan Belanda. Nadia mewakili organisasi global suku Yazidi yang ada di Jerman, yakni Yazda. Sedangkan Badran mewakili Syirian Volunteers in the Netherland (SYVNL). 
 
Mereka bertiga akan berpidato di hadapan 1.900 hadirin, yang terdiri dari kepala negara, menteri, pemimpin PBB, masyarakat sipil, sektor swasta, organisasi internasional, dan akademisi. 
 
Eni tak menyangka dirinya akan mencapai prestasi di bidang perburuhan migran. Pencapaian itu diawali sebagai pembantu rumah tangga di Hong Kong pada 1999. Bahkan hingga saat ini pekerjaan itu masih ditekuni. Eni tidak merasa malu mengakui perkerjaannya itu.
 
Seperti yang dialami mayoritas buruh migran, Eni terpaksa menanggalkan mimpinya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk membantu keluarga. Krisis moneter yang hebat membuat usaha kecil orangtuanya makin susah berkembang. Orangtuanya yang pedagang kecil tak sanggup lagi membiayai pendidikan Eni dan kedua adiknya. Eni memutuskan menjadi TKW.
 
Saat masih berada di tempat penampungan, Eni mengaku mengalami eksploitasi. Dia mendapat upah di bawah standar dan tidak pernah mendapat libur. Eni tidak berdaya untuk melawan karena paspor ditahan oleh agen penyalur. 
 
Begitu pun saat dia sudah ditempatkan di Hong Kong. Gajinya dipotong dengan alasan biaya penempatan. Oleh majikannya dia tidak diberi makan dan tempat tidur yang layak. Derita inilah yang memaksa Eni kabur dari rumah majikannya setelah bekerja enam bulan.
 
Eni ditampung di shelter Bethune House dan mulai mengorganisasi diri bersama buruh migran dari Indonesia. Pada tahun 2000, Eni dan rekan-rekannya membangun Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI-HK) dan menjadi ketua selama 10 tahun. 
 
Sejak 2008 hingga sekarang, Eni terpilih sebagai ketua International Migrants Alliance (IMA), aliansi global pertama yang menghimpun migran dan pengungsi akar rumput di 32 negara. IMA selama ini aktif membawa suara migran dan pengungsi di berbagai forum regional dan internasional. 
 
Selain itu, Eni juga menjabat di berbagai organisasi dan jaringan sebagai koordinator Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR); pengurus JBMI; juru bicara Asian Migrants Coordinating Body (AMCB) yang merupakan aliansi organisasi migran dari Nepal, Srilanka, Thailand, Filipina dan Indonesia; Focal Person Migration Organizing Committee, Asia Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD); bekas anggota dewan pendiri Global Alliance Against Trafficking of Women (GAATW), serta juru bicara Campaign for People's Goals for Sustainable Development (CPGSD).
 
Eni juga aktif menjadi pembicara di forum-forum akademisi, agama, masyarakat sipil, PBB dan berbagai kalangan yang membahas masalah kondisi migran dan pembangunan. (rep05)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index