Kalau Punya Rasa Malu, Setya Novanto Seharusnya Mundur

 Kalau Punya Rasa Malu, Setya Novanto Seharusnya Mundur
Jakarta - Gelombang desakan agar Setya Novanto mundur dari kursi ketua DPR terus bergulir. Novanto sebaiknya mundur untuk menjaga kewibawaan DPR. 
 
"Kita berharap demikian, kalau dia punya komitmen, kredibilitas dan memiliki rasa malu, ya dia harusnya mundur," ujar pengamat sosial yang juga rohaniawan Katolik Romo Benny Susetyo kepada detikcom, Minggu (22/11/2015). 
 
Benny mengatakan kasus ini juga menjadi tantangan bagi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. MKD harus berani membuat sidang terbuka yang bisa diakses oleh publik.
 
"MKD harus buat terobosan, pertama sidang transparan, sehingga publik tahu, buka saja semua praktik selama ini terjadi. Kedua, supaya MKD punya wibawa, tunjuk orang yang sudah selesai, misalnya tim pengawas, Buya Syafii Maarif, didampingi tokoh tua, independen dari politik," tutur Benny.
 
Jika MKD melakukan hal demikian, maka sejarah akan mencatat lembaga DPR akan dipercaya kembali oleh masyarakat. Namun jika menggelar sidang tertutup, maka DPR akan jadi museum sejarah peradaban.
 
"Dalam komunikasi politik, DPR ternoda, ketika simbol DPR yang dulu punya wibawa, integritas, tiba-tiba hancur karena etika politik. Bahkan yang jadi bos, dia harus memberi contoh, ketika melakukan tindakan tercela dan dibiarkan, maka runtuhlah bangunan moralitas," tuturnya.
 
Benny juga menyoroti Novanto yang dibela oleh partai beserta koalisinya. Menurut Benny, parpol memandang masalah ini dengan pemikiran yang sempit.
 
"Persoalannya dia di back up partai, ini tidak mendidik. Partai itu tidak melihat realitas, politik dilihat sempit, hanya membela teman, tidak berpikir panjang. Nanti parpol akan digulung juga," ungkapnya. 
 
MKD dalam kasus ini benar-benar akan menjadi pertaruhan besar. Jika tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka MKD akan tidak lagi dipercaya oleh masyarakat.
 
"MKD tantanganya kalau tidak transparan dan tidak ada tim pengawas indpenden, maka MKD akan habis riwayatnya. Publik merasa wajah DPR dipertaruhkan, kalau DPR tidak memahami tanda zaman ini, MKD dan DPR akan kehilangan kewibawannya dan kredibilitasnya. DPR dan MKD tidak punya harga di mata publik, habislah. Itu membawa distrust terhadap politik, rakyat tidak percaya lagi," pungkasnya.
 
Novanto membantah telah mencatut nama Presiden serta Wakil Presiden untuk meminta jatah saham ke PT Freeport Indonesia. Dia dengan tegas tak mengakui rekaman yang dijadikan bukti oleh Sudirman Said terkait dirinya.
 
Bahkan Novanto menyebut rekaman itu hasil editan. "Saya tidak pernah akui rekaman itu, belum tentu suara saya. Bisa saja diedit dengan tujuan menyudutkan saya. Saya merasa dizalimi," ujarnya. (rep05)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index