Bahkan di TV dan Radio, Iklan Rokok akan Distop Tayang

 Bahkan di TV dan Radio, Iklan Rokok akan Distop Tayang
Jakarta-Finalisasi Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran kembali menyoroti pembatasan iklan produk tembakau. Setelah sebelumnya hanya dibatasi teknis dan jam tayangnya saja, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kali ini berencana melarang total penayangan iklan rokok di televisi (TV) dan radio.
    
Iklan rokok di industri TV Indonesia saat ini terbilang cukup signifikan mencapai 5 persen dari total belanja iklan terutama free to air (FTA) TV. Porsinya juga kurang lebih sama dari total belanja iklan (advetorial expenditure/adex) di negara ini.
    
Corporate Secretary PT Visi Media Asia Tbk (VIVA) Neil R Tobing, mengatakan dari 10 TV FTA yang ada di Indonesia pada 2014, belanja iklan mencapai Rp15 triliun. Porsi iklan rokok yang mencapai 5 persen dari total belanja iklan itu berarti setara sekitar Rp750 miliar.
    
Riset Media Partners Asia Database (2014-2015) mengestimasi belanja iklan bersih di Indonesia pada tahun ini mendekati 3 miliar dolar AS atau setara Rp39 triliun (kurs Rp13.020) di semua jenis media (TV, cetak, online, radio, media luar ruangan, dan lainnya). Angka tersebut naik sekitar 9 persen dibandingkan realisasi belanja iklan bersih sekitar 2,75 miliar dolar AS pada 2014. 
    
Kontributor tersebesar masih dari iklan produk makanan dan minuman (36,4 persen), produk kosmetik (19,3 persen), sedangkan iklan rokok memberi kontribusi sebesar 4,6 persen. "Iklan dari industri rokok cukup signifikan untuk industri TV," kata Neil kepada JPNN, Kamis (14/5/2015).
    
Neil mengaku belum mengetahui rencana pemerintah melarang penuh penyiaran iklan produk tembakau di TV dan radio. "Setahu saya di RUU Penyiaran baru itu justru iklan tidak akan diatur-atur secara spesifik lagi. Nah untuk iklan rokok, lex specialis (aturan hukum khusus)-nya di PP (Peraturan Pemerintah) nomor 109 tahun 2012," ujarnya.
    
PP nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktir Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan memang mengatur area publikasi rokok. "Setahu saya sudah sangat jelas di aturan turunan itu tertuang. Bahwa rokok kan memang bukan barang haram, artinya boleh dipublikasi. Tapi tentu ada persyaratan seperti dalam iklan di TV itu tidak boleh terlihat orang sedang merokok atau tidak memerlihatkan bentuk produknya," ungkap Neil.
    
Tim Riset PT Mandiri Sekuritas menyatakan rencana pembatasan iklan produk rokok di TV akan memengaruhi pendapatan iklan perusahaan TV FTA. Sebab, kontribusi pendapatan iklan sebesar 5 persen dari industri rokok dianggap cukup signifikan. "Karena itu kami meyakini bahwa peraturan yang direvisi akan sedikit memengaruhi pendapatan dari perusahaan media yang listing di Bursa Efek Indonesia," ungkap tim ini. (rep05)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index