NU: Charlie Hebdo tak Pernah Belajar

NU: Charlie Hebdo tak Pernah Belajar
JAKARTA - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Slamet Effendy Yusuf menilai majalah Charlie Hebdo tidak belajar dari kejadian penyerangan terhadap kantor redaksinya dengan kembali menerbitkan edisi terbaru dengan sampul bergambar kartun yang disebut sebagai Nabi Muhammad.
 
"Hal itu menandakan redaksi Charlie Hebdo tidak cerdas, tidak mau belajar dari kejadian yang juga menjadikan kawan-kawannya sebagai korban," kata Slamet Effendy Yusuf saat dihubungi di Jakarta, Rabu (14/1).
 
Slamet mengatakan penyerangan yang dilakukan terhadap kantor redaksi majalah satire dari Prancis itu memang tidak bisa dibenarkan dan pantas disebut sebagai bagian dari terorisme yang biadab. Namun, kampanye "Je Suis Charlie" yang berarti "Aku adalah Charlie" sebagai bentuk simpati kepada majalah tersebut juga tidak bisa sepenuhnya diterima, apalagi sebagai konsep kebebasan berekspresi.
 
"Keliru kalau semua orang kemudian disamakan dengan Charlie Hebdo. Barat harus belajar menghargai pemikiran Timur bahwa kebebasan harus disertai tanggung jawab dan empati terhadap apa yang diyakini orang lain," tuturnya.
 
Slamet menyebut para penyerang Charlie Hebdo yang menyebabkan kematian 17 orang sebagai "orang pandir". Namun, penerbitan kembali Charlie Hebdo dengan gambar sampul kartun Nabi Muhammad menunjukkan redaksi majalah itu "sama pandirnya" dengan para penyerangnya.
 
Menurut Slamet, Barat harus bisa mengoreksi perilaku-perilaku tersebut. Di Barat pun sudah banyak artikel-artikel yang mengkritisi kebebasan berekspresi dengan menyebut kebebasan harus diikuti tanggung jawab dan moralitas.
 
"Kebebasan berekspresi seharusnya tidak boleh memberi ruang untuk melakukan penghinaan dan pelecehan terhadap apa yang dianggap suci oleh miliaran orang di dunia. Itu akan terus terjadi kalau media membiasakan diri dan publik membiarkan," katanya.
 
Slamet mengatakan segala bentuk penghinaan terhadap agama apa pun, baik Yahudi, Kristiani dan orang-orang suci dari masing-masing agama seperti Yesus dan Muhammad sama sekali tidak bisa dibenarkan. "Apalagi bagi agama Islam yang sama sekali melarang visualisasi Nabi Muhammad," ujarnya.
 
Charlie Hebdo menerbitkan edisi terbaru majalah itu dengan gambar sampul kartun yang disebut sebagai Nabi Muhammad dengan membawa tulisan "Je Suis Charlie". Di atas figur bersorban putih itu juga terdapat tulisan "Tout Est Pardonne" yang berarti "Semua telah dimaafkan".
 
Edisi terbaru itu dicetak 3 juta eksemplar, jauh melebihi oplah majalah tersebut yang biasanya hanya 60 ribu, dalam 16 bahasa dan akan diedarkan di 25 negara. (rep01/rol)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index