Sistem Pilkada Diubah, PDIP: Ini Kemunduran

Sistem Pilkada Diubah, PDIP: Ini Kemunduran
Jakarta - Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budiman Sudjatmiko, mensinyalir adanya manuver Koalisi Merah Putih untuk menguasai jabatan kepala daerah. Manuver itu tampak dari dukungan anggota koalisi ini terhadap rencana mengubah sistem pemilihan kepala daerah. “Ini strategi mereka untuk menentukan figur kepala daerah,” ujarnya ketika dihubungi Tempo, Ahad, 7 September 2014.
 
Wacana pemilihan kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat kembali bergaung. Isu itu digulirkan partai pengusung Koalisi Merah Putih, seperti Golkar, Gerakan Indonesia Raya, Partai Amanat nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Mereka menganggap model pilkada yang berjalan saat ini melahirkan masalah dalam anggaran negara dan koordinasi serta melahirkan konflik antarmasyarakat.
 
Menurut Budiman, sistem pemilihan jalur parlemen merupakan cermin kemunduran demokrasi. Sistem itu mereduksi kedaulatan rakyat yang sesungguhnya dan menggantikannya dengan demokrasi perwakilan. Padahal, kata dia, survei yang dibuat Kementerian Dalam Negeri menyatakan mayoritas masyarakat masih menginginkan proses pemilihan kepala daerah secara langsung.
 
Budiman mencurigai pembahasan RUU itu tidak lepas dari kegagalan partai pengusung Koalisi Merah Putih dalam pemilu presiden. Mereka mendesain aturan main yang memungkinkan parlemen menentukan figur kepala daerah lantaran didukung oleh mayoritas anggota. “Padahal, Golkar dan Partai Amanat Nasional sebelumnya menolak sistem tersebut,” katanya.
 
Secara hitungan matematis, kursi koalisi PDI Perjuangan tak melampaui kubu Gerindra. PDI Perjuangan, yang ditopang tiga partai lain--PKB, Hanura, dan NasDem--total memiliki 207 dari 560 kursi DPR. Mereka perlu satu partai lagi untuk menutupi syarat paket lima orang pimpinan DPR. Demokrat memiliki 61 kursi netral. Sisa kursi lain diisi koalisi pro-Prabowo.
 
Menurut Budiman, perubahan sistem tersebut hanya akan membuat calon kepala daerah berkomplot dengan anggota Dewan. Mereka tidak punya kewajiban menunjukkan pengabdian kepada masyarakat. Peluang keterpilihan mereka ditentukan kemampuan mereka dalam menghadapi anggota dewan. “Hanya mereka yang bisa menghibur Dewan yang terpilih,” katanya. (rep01/tco)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index