Titik Api Kerap Muncul di Riau, 18 Perusahaan Perkebunan Diaudit

Titik Api Kerap Muncul di Riau, 18 Perusahaan Perkebunan Diaudit
Jakarta - Titik api kembali muncul di Riau. Pada 22 Juni saja sudah ada 60 titik api yang berpotensi bisa kembali menimbulkan kabut asap. Mencegah terulangnya kembali, pemerintah melakukan langkah cepat.
 
Seperti disampaikan anggota Badan REDD+ dan UKP4 Mas Achmad Santosa, Senin (30/6/2014) digelar rapat koordinasi Gahkarhutla di Pekanbaru dengan Gubernur, Kapolda dan Kajati, Dirjen Perkebunan, KLH, Kemenhut pada 27 Juni lalu.
 
"Digelar audit kepatuhan (Compliance Audit)," terang pria yang akrab disapa Ota.
 
Dalam audit itu juga didapatkan hasil bahwa Gubernur Riau sepakat untuk segera melaksanakan audit kepatuhan bersama-sama dengan tim bersama K/L di bawah koordinasi UKP4 dan Badan REDD+.
 
Kemudian Pemda prov/Polda/Kejati akan menjadi bagian dari tim audit. Gubernur juga akan segera mengeluarkan surat ke pemda kab/kota dan perusahaan mengenai audit yang akan dilakukan dan meminta kerjasama mereka dalam pelaksanaannya. 
 
"Untuk sementara waktu terdapat 18 perusahaan kebun dan hutan yang akan diaudit di berbagai Kabupaten yang kerap kali ditemukan hot spots dan kebakaran hutan dan lahan. Aspek yang akan di audit adalah aspek sistem, aspek sarana dan prasarana dan SDM; dan aspek biofisik, contohnya tingkat kerawanan lahan konsesi-semakin konsesi berada di lahan gambut dalam maka seharusnya persyaratan dan pengawasan terhadap kesiapan pencegahan dan penangulangan harusnya lebih ketat," urai Ota.
 
Kemudian juga akan dilakukan pendataan dan verifikasi kepemilikan dan penguasaan lahan untuk memperjelas pertanggung jawaban hukum dan pengawasan.
 
"Untuk itu perlu dibentuk Timdu di tingkat pem nasional/prov/kab/kota. BP REDD+ diharapkan untuk mendesain dan mendukung secara teknis program dimaksud," imbuhnya. 
 
Pemprov telah menyediakan anggaran untuk pelaksanaan program ini. Pendataan ini perlu dilakukan guna mengetahui dan mencegah mereka yang melakukan pembakaran.
 
"Karena kebakaran banyak terjadi di lahan-lahan ex HPH yang menjadi open access dan dikuasai oleh perambah yang merasa pendudukan lahan tersebut sah karena adanya "legalitas" dari kepala desa, lurah atau camat," urai Ota. 
 
Kebakaran juga terjadi di wilayah-wilayah konsesi yang dibiarkan "menganggur" dan wilayah tersebut akhirnya tidak dalam kekuasaan fisik pemilik izin konsesi. 
 
"Keadaan-keadaan tersebut harus didata dan dipetakan bersama-sama dengan BPN Pusat. Kondisi demikian tidak bisa dibiarkan berlarut-larut sehingga perlu ada penertiban dan pembenahan. Pendataan dan verikasi lapangan merupakan langkah awal bagi penertiban tersebut," tutupnya. (rep01/dc)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index